Jumat, 29 Agustus 2014

Apa itu Yadnya


Yadnya, pengorbanan yang tulus ihlas tanpa pamrih (Bakti+Karma). Adalah bentuk disiplin diri (Sadhana) dalam melakukan segala sesuatu dg senang hati dan tulus iklas tanpa pamrih. Jadi apapun hasilnya baik-buruk kita tak terikat olehnya.......kebiasaan yang akan membuat kita legowo, menerima baik-buruk. Pujian-hinaan dengan nilai sama.

Puja Baktiku


Terdiam dan menatap tumpukan canang yang kan ku haturkan......

Kalau semua ini, bahkan seluruh jagad ini besarta isinya adalah milikMu.....apapun itu tak ada yang pantas lagi ku persembahkan pada MU....kecuali rasa Syukurku yang kuwujudkan dengan Canang ini sebagai sarana baktiku........"Om Puspa Dhanta Ya Namah Svaha".




sahadja dharma yoga

Cerita Bijak



Seorang menantu,Meli namanya,merasa tidak cocok dgn mertuanya dlm segala hal.Mereka selalu konflik & bertengkar.

Akhirnya,Meli tdk tahan lagi.
Ia menemui teman baik ayahnya,Mr Huang,yg menjual obat.Ia memintanya memberi racun untuk mertuanya.

Mr Huang setuju asal Meli mau mendengarkan & melakukan semua yg dia minta.Meli menjawab,
"Baik,saya akan melakukan apa saja yg anda minta."

Mr Huang memberinya sebotol racun & berkata,"Kamu tdk boleh menggunakan racun yg bereaksi cepat untuk menyingkirkan ibu mertuamu,karena nanti bs dicurigai.

Racun ini secara perlahan akan menggerogoti tubuh ibu mertuamu.
Setiap hari masaklah masakan kesukaan mertuamu & campurkan sedikit racun ini.Layani dgn baik, dengarkan saja kata-katanya.
Jgn berdebat dengannya.Perlakukan dia seperti sorg ratu,agar kamu tdk dicurigai saat ia meninggal."

Meli sangat senang.Setiap hari,Meli membuat masakan kesukaan mertuanya.Tak lupa ia membubuhkan sedikit racun.Setelah 6 bulan,
seluruh rumah berubah.Meli telah belajar mengendalikan emosinya.Dia tdk berdebat sekalipun dgn ibu mertua-nya,yang sekarang kelihatan jauh lebih baik & mudah ditemani.

Melihat byk perubahan Sikap Meli,mertuanya juga berubah.Ia mulai menyayangi Meli seperti anaknya sendiri.Dia memberitahu semua org bahwa Meli adalah menantu terbaik.

Meli sangat terharu.Ia mengurungkan niatnya untuk membunuh mertuanya. Ia mencari Mr. Huang agar memberinya obat penawar.

Meli,tdk usah kuatir.Yg saya berikan dulu adalah vitamin,bukan racun. Racun yg sebenarnya ada dalam pikiranmu.Tapi semua sdh lenyap oleh kasih yg engkau berikan pada mertuamu,"ujar Mr Huang.

Meli sangat bahagia sekali.Akhirnya ia menyadari,"Barang siapa yg memperlakukan org lain dgn sepenuh hati,maka ia akan beroleh perlakuan yg sama,bahkan lebih baik."

Ingatlah : "Apa yang kita tanam,itulah yg akan kita tuai"
Dan
Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan,tetapi kalahkanlah kejahatan dgn kebaikan.!!!

"Seberapapun gigihmu tuk merubah orang lain dan dunia luar tak khan bisa selama kamu belum bisa merubah dirimu"

Kita ada karena Ibu dan Bapak

Coba renungkan dalam diri, tanyakan......dari mana kita berawal? Siapa yang melahirkanmu? Siapa yang merawatmu? Siapa yang memenuhi semua kebutuhanmu? Siapa yang tak membiarkanmu terjatuh? Siapa yang selalu menuntunmu pada jalan yang utama? siapa yang selalu menerimamu apa adanya, memaafkan kesalahanmu? Mereka adalah Ibu-Bapakmu. 


"Pungkur wuryaning gitaya,
Sadurunge Kaki sira dumadi,
Aneng pundi dununganipun,
Sejatine ora ana,
Yayah Rena kinarya lantaranipun,
Pepundhen ing alam donya,
Yen mati den uri-uri"




Ingatlah selalu
kita ada karena Bapak-Ibu
Sujud di kakinya bukan hal tabu
Cuci kaki Bapak-Ibumu sebelum jadi abu
Saat mereka sudah tiada akan menjadi Pepundenmu

"Om Akasha Pertivi ya Vidmahee
Lingga Yoni Ya Dhimahi
Tanno Shree Saddana Prachodayat"

Bapa Lingga - Ibu Yoni
Bapa Akasha - Ibu Pertiwi
Bapa Kama Petak - Ibu Kama Bang
Bapa Kama Jaya - Ibu Kama Ratih
Bapa Rahina - Ibu Ratri
Aki Among - Nini Among
Aki Dalem - Nini Dalem

"Adalah dosa besar bila kita berani memutus hubungan dengan Ibu-Bapak....."

Siapa yang kita sembah dan untuk apa kita menyembah



"Cakup-Cakup Balang
luung titi luung pengancang
tumbuh gigi gencang mejalan
sembah...sembah...kulun...
sembah...sembah...kulun...
Agung..."

Pemahaman kita pada menyembah harusnya berkembang seiring dengan kedewasaan kita, pola pikir kita sudah lebih dewasa dibandingkan saat-saat kita masih dinyanyikan lagu anak-anak diatas sambil mencakup-cakupkan kedua tangan diatas kepala. Pahamkah kita siapa yang kita sembah dan untuk apa kita menyembah?

Sebelum menyembah coba tanya sang diri, siapa pemilik jagad ini beserta isinya? siapa pemilik hidup dan kehidupanmu? siapakah yang mampu memenuhi semua kebutuhanmu di dunia ini? siapa yang tak membiarkan dunia ini hancur? siapakah yang bisa memaafkan segala kesalahanmu dan selalu menerimamu apa adanya? dan siapa pula yang bisa mengembalikan segalanya kembali pada jatinya semula? mula jati -jati mula, sampurna jati - jati sampurna, Beliaulah Sang Maha Pencipta, pemilik dari Hidup dan kehidupan di jagad ini.

Lalu buat apa kita menyembah Sang Pencipta? untuk memohon dan meminta sesuatukah? Memohon kerahayuankah? apakah selama ini kita tidak pernah merasa rahayu? apakah dalam posisi kita yang meminta diwajarkan memilih yang baik-baik saja dan menolak yang buruk? padahal kita tahu baik-buruk, Suka-Duka adalah ciptaanNYA yang akan selalu ada di dunia ini. kalo meminta sesuatu padaNYA, bukankah segalanya adalah MilikNYA termasuk hidup dan kehidupan kita.....jadi pantaskah kita meminta sesuatu yang pada hakekatnya kita sendiri adalah bagianNYA? adalah milikNYA?
Bukankah wajar kita meminta sesuatu yang tidak kita miliki kepada Beliau yang punya segalanya? ya wajar saja kalau kita memisahkan diri kita seperti itu sebagai orang yang tak punya dan Beliau yang punya segalanya, namun ini bukanlah hubungan antara penyembah dan yang di sembah, hubungan duniawi yang ibaratnya antara anak yang meminta sesuatu pada Bapaknya dan tentu hubungan duniawi pasti ada hukum sebab akibat (Karma) ada suka dan tidak suka. suka tatkala permintaannya dipenuhi dan tidak suka jika tidak dipenuhi.

Apakah karena kita merasa beruntung, sehat, bahagia, kaya lalu kita menyembah untuk bersyukur dan berterimakasih?  asalkan ini bukan karena pamrih....... Merasa bahagia, Beruntung, Sehat.....baru terpanggil untuk memuja Beliau, tatkala sedih, sakit, bermasalah.....merasakan Beliau tidak adil dalam kehidupanmu, apalagi kalau dikaitkan dengan kita rajin sembahyang, berYadnya, berbuat baik.....dll, ini tidak ada kaitannya dengan permasalahan kita hadapi. kita sembahyang, beryadnya atas kesadaran kita sendiri.....tidak ada yang menyuruh. kecuali kita sembahyang atau beryadnya dengan mengharapkan imbalan...."lega seluk" alis pamrih namanya.

Jadi apa sebenarnya tujuan kita menyembah Sang Maha Pencipta?
Kita menyembah Beliau karena Sinar Sucinya yang dapat menerangi Pikiran kita, menyembah Beliau agar sifat-sifat Beliau ada dalam diri menjadi benih-benih kesadaran yang kita tanam untuk tumbuh dan berbuah (Pahala). Jadikan tindak-tanduk, ucap, manah kita adalah wujud rasa syukur kita padaNYA.

Masihkah disisa hidup ini kita hanya bisa meminta dan memohon? tidak adakah benih-benih kesadaran walaupun sedikit saja untuk memberi pada semua dan sesama? buat hidup ini lebih bermakna dalam kehidupan yang hanya tinggal sesaat lagi.


Om Shanti Shanti Shanti Om
sahadja dharma yoga

Kawitan




Kawitan= Kawiwitan, kawi=sastra, wiwitan=wetan-purwa-kangin-Sangkan, Kamulan, Sangkan Paran, Paran=tetujon.
Yen cening arsa uning ring Sangkan Paran/Kawitan, Sang Kawi/Wiku sane patut ruruh. Wiku Sane wikan ring kaweruh kawi, Weruh ring sangkan paran, Sang Pujangga wastane. Yening tan panggih Sang Wiku rereh di sastra Veda “Itihasa” (It happened so), yen cening sing ngeresep isin Veda ada “Purana” (Purwaning ana). Sing karesep ada wira carita “Babad” adane, sing masih karesep ade “Lelintihan” silsilah adane. Yening sing masih ngerti, Ne Bapa ngelah kadutan meselet di amben bale daja, jemak lan aud kadutane kujang cening je dewek ceninge ditu, pang kanti cening ngerti "nak ngujang cening hidup ke mercapada?". Nah ditu I Belog nyemak kadutan Bapane tur kasungsung dadi “Pajenengan” di merajan.

Semoga kita bisa belajar dari cerita diatas, banyak penyimpangan atau lebih tepatnya degradasi pemaknaan, mencari kawitan (Sangkan paran/ Hakekat hidup) menjadi mencari silsilah (hubungan biologis/darah), soroh bahkan skup yang lebih kecil menjadi pajenengan (Arcanam). Dalam Lontar sering disebutkan "Jangan pernah melupakan Leluhur", ini benar adanya sudah sepantasnya kita bakti pada Leluhur. Tapi Leluhur bukanlah tujuan, sehingga ini membuat kita terkotak-kotak dalam soroh, klan, dll. Jadi ada kelanjutannya untuk mengerti jalan kita pulang kembali pada Sang Pemilik Hidup.

Weruh ring Kawitan, weruh ring Sangkan Paran, Asal dan Tujuan, Kangin - Kauh, Putih - Kuning. dari mana kita berasal dan kemana kita pulangnya. makanya orang yang tidak mengerti asal dan tujuan hidupnya disebut "Jelma sing nawang kangin - kauh".

Sangkan Paraning Dumadi, Ibaratnya menanam pohon,
Benih adalah Sangkan, Parannya adalah tempat/media/tanah untuk menanam, dan hasilnya berupa buah (Pala) adalah dumadi untuk kehidupan anak-cucu kita kelak. begitulah hidup itu mengalir buah menjadi benih lagi dan seterusnya.

"Gajah mati meninggalkan gading, Macan mati meninggalkan belang"
Besok lusa kita mati meninggalkan apa? "Pajenengan" kah? masihkah anak cucu ingat akan "Jeneng" kita (Wajah dan Nama kita)?????.

Religius dan Spiritualis




Religius "Yang Hitam berusaha keras untuk menjadi Putih dan yang Putih berusaha mati-matian menghindari Hitam"
Tanpa disadari kadang pola pikir seperti ini bisa membawa kita kepada egoistik, Kita yang paling suci yang lain berlumuran noda, agama kita yang paling benar yang lain salah. Berbuat baik dapat sorga dan berbuat jahat dapat neraka. konsep agama yang seperti ini yang menutup adanya dualisme akan menjadi mesin penghancur paling hebat di dunia, pandangan seperti ini membuat agama tak ubahnya seperti partai politik.

Spiritual "Hitam tak khan kelihatan tanpa Putih dan Putih tak khan kelihatan tanpa Hitam"
Berusaha menerima perbedaan, dualisme adalah hakekat hidup dan tak mungkin dihilangkan salah satunya.

Berbuat baik bukan karena ingin mendapat pujian atau imbalan sorga, tapi berbuat baik karena kita terlahir baik-baik dari keluarga yang juga baik-baik, jadi sudah sepantasnya kita berbuat baik.

Tidak berbuat jahat pada yang lain bukan karena kita takut hukuman neraka, tapi sadar bahwa semua dan sesama adalah diri kita jua. menyakiti orang lain adalah menyakiti diri kita sendiri

Tamu dari India

Suatu saat di rumah, saya kedatangan tamu yang tak diundang seorang atlet Tekwondo dari India bertanya banyak tentang canang yang dihaturkan di lebuh depan rumah.

Tamu India : oh kamu penganut Hindu ya?

Saya         : Ya, anda boleh bilang begitu.

Tamu India : Kalau begitu kamu punya Veda?

Saya         : Kalo saya tidak punya dan sebagian besar umat di Bali tidak punya.

Tamu India : Jadi pengetahuan hindu kamu dapat dari mana?

Saya         : Dari guru di sekolah dan orang tua di rumah. kalo jaman dulu lebih banyak didapat dalam kehidupan sehari-hari, dari pengalaman (mengalami). Pengetahuan Suci (Veda) terbentang luas sepanjang hidup.

Tamu India : Dewa siapa yang kamu sembah sehari-hari? Brahma, Vishnu, Shiva?

Saya         : Kalo di Bali ketiga-tiganya.

Tamu India : Oh...arcanam di rumahmu mana?? (kebetulan kita diduduk di Bale Delod, sekenanya saya tunjuk pelinggih Surya di natah rumah).

Tamu India : Hahahaha...bukan itu maksud saya, arcanam...patung Brahma, Vishnu atau Shiva yang kamu puja.

Saya          : Ohhh patung?? kalo itu saya punya yang paling sempurna.....badan saya ini....hahahaha. (si India mengernyitkan dahinya lalu ikut ketawa)

Tamu India : Kalo di India ada perayaan Devali apa di sini ada?

Saya         : Wah kalo disini hari raya banyak, tapi hari raya besar hari Nyepi, Galungan dan Kuningan. (Sambil memperlihatkan kalender Bali, matanya langsung mlotot melihat banyak tulisan di kalender) dia minta penjelasan Kalender

Bali, karena saya buka ahli wariga saya bilang saja "I couldn't explain you in detail about Balinese Calendar, it is long story like a Ramayana story take a few days to tell you" (#ngeles.com#karena sing bisa jelasin).

Tamu India : disini unik ya?

Saya         : menurutmu disini Hindu apa bukan?

Tamu India : kalo menurut pengetahuan saya Hindu itu berasal dari India. tapi ini mirip Hindu. (Dia mulai Pusing, saya saja bingung dengan Agama yang kita anut di Bali).

Saya       : Ya Hindu memang dari India, tapi agama yang saya anut ini jika dikatakan datang dari India kenapa nenek moyang kami tidak bisa bahasa India, juga nama2 pendahulu kami di Bali tidak ada memakai nama India seperti Tuan

Takur....Amithabacan......

Tamu India     : hhhmmmm (dahinya tambah berkerut dan akhirnya dia pamit, sempat-sempatnya minta minum sebelum pamit. ternyata saya lupa menawarkan minum padanya).

Akhirnya saya sukses membuat dia bingung dan penasaran............Merdeka!!!!!


10 Awatara Vishnu

10 Awatara Vishnu:

Yadā yadā hi dharmasya glānir bhavati bhārata abhyutthānam adharmasya tadātmanam srjāmy aham paritrānāya sādhūnām vināśāya ca duskrtām dharma samsthāpanarthāya sambavāmi yuge yuge
Manakala kebenaran merosot dan kejahatan merajalela,
pada saat itulah Aku akan turun menjelma ke dunia,
wahai keturunan Bharata (Arjuna).
Untuk menyelamatkan orang-orang saleh
dan membinasakan orang jahat
dan menegakkan kembali kebenaran,
Aku sendiri menjelma dari zaman ke zaman.

10 Awatara Vishnu oleh beberapa kajian dikatakan melambangkan tahapan evolusi mahluk hidup;
Matsya Awatara merupakan lambang bahwa kehidupan pertama terjadi di air. Kurma Awatara menunjukkan perkembangan selanjutnya, yakni munculnya hewan amphibi. Waraha Awatara melambangkan kehidupan selanjutnya terjadi di darat. Narasimha Awatara melambangkan dimulainya evolusi mamalia. Wamana Awatara melambangkan perkembangan makhluk yang disebut manusia namun belum sempurna. Parashurama Awatara, pertapa bersenjata kapak, melambangkan perkembangan manusia di tingkat yang sempurna. Rama Awatara melambangkan peradaban manusia untuk memulai pemerintahan. Krishna Awatara, yang mahir dalam enam puluh empat bidang pengetahuan dan kesenian melambangkan kecakapan manusia di bidang kebudayaan dan memajukan peradaban. Balarama Awatara, Kakak Kresna yang bersenjata alat pembajak sawah, melambangkan peradaban dalam bidang pertanian. Buddha Awatara, yang mendapatkan pencerahan, melambangkan kemajuan sosial manusia.
Namun kesepuluh Awatara Vishnu juga bisa melambangkan tahapan kejiwaan manusia;
1. Matsya Awatara (Ikan), seperti bayi tanpa keinginan mengenal hanya insting, tanpa persepsi pikiran. Menagis saat lapar dan haus,
2. Kurma Awatara (Kura-kura), mulai mengenal dualisme sebagai landasan berpikir
3. Waraha Awatara (Babi Hutan), sudah ada keinginan, nafsu dan ego.
4. Narasimha (Manusia berkepala singa), keraguan, dilema diantara dualisme serba setengah setengah
5. Wamana (Orang cebol), idealis, pikiranya sudah mendominan.
6. Parashurama (Pertapa bersenjata Kapak), mulai membuat sekat antara baik-buruk, salah-benar.
7. Rama (Ksatrya memanah), mempertajam pikiran, terarah, manah, meniatkan asa, angan dan akal untuk mewujudkan dg tekad.
8. Krishna, Kebijaksanan, ahli menyiasati cakra kehidupan/dualisme, mementingkan kebutuhan dari pada keinginan, memahami mana hidup dan kehidupan, memutar tapi tak ikut berputar.
9. Budha, Pelepasan…..melepaskan diri dari belenggu duniawi, mengatasi dualisme.
10. Kalki, Mahardika, terlepas dari segala ikatan. kembali ke asal.
The end
LikeLike ·